Di Onan Bolon inilah berbagai bentuk hukum dan konstitusi diamandemen dengan keterlibatan langsung rakyat dan masyarakat yang juga memanfaatkan onan sebagai pusat transaksi dagang yang memang menjadi tujuan utama.
Prasasti Dolok Tolong ini seakan menjelaskan sekali lagi pluralisme masyarakat Tapanuli dan Batak yang menjadi cikal bakal budaya toleransi dan tenggang rasa yang tinggi yang dianut oleh setiap orang Tapanuli sampai sekarang ini. Sikap itu tampak dari bentuk pemikiran yang terbuka atas segala bentuk ide dan konsep. Tentunya, terdapat juga kemungkinan adanya bagian kecil orang Batak yang berpikiran picik seperti halnya di berbagai tempat lainnya di Indonesia.
Tapanuli, seperti halnya daerah lain di Indonesia, merupakan daerah yang juga banyak mendapat pengaruh dari dunia luar. Beberapa manuskrip kuno seperti Sejarah Raja-jara Barus, Hikayat Raja Tuktung dan Hikayat Hamparan Perak dan lain sebagainya, banyak menceritakan struktur masyarakat dan sosial Batak di zaman dahulu. Baik itu penjelasan mengenai saat-saat pembentukan sistem hukum dan perundangan-undangan maupun penjelasan mengenai peran orang Batak sebagai penyebar agama Islam di sekitar daerah yang sekarang menjadi bagian dari Sumatera Utara.
Dari berbagai manuskrip itu didapat sejarah Kerajaan Balige di tahun 1500-an yang saat itu diperintah oleh putra bungsu dari Si Raja Hita, putera Sisingamangaraja I yang menghilang dari Bakkara. Abang sulung dari Raja Balige tersebut bernama Guru Patimpus, seorang Raja dan Ulama, yang kemudian bermigrasi ke pesisir Timur Sumatera. Dia, yang memiliki anak-anak yang hafizd al-Qur’an, dikenal sebagai pendiri Kota Medan di tahun 1590.
Selain bukti sejarah tersebut, eksistensi prasasti Dolok Tolong diyakini merupakan bukti utama atas persinggungan budaya Batak dengan peradaban Hindu dan Buddha di Indonesia.
Menurut berbagai literatur yang secara terpecah-pecah menyinggung bukti sejarah ini, prasati ini merupakan prasasti atas eksistensi orang Majapahit di Tanah Batak. Saat itu, pasukan marinir Majapahit mengalami kekalahan pahit di Selat Malaka. Melalui sungai Barumun mereka menyelamatkan diri ke daratan Sumatera sampai ke suatu daerah di Portibi. Di sana, mereka dicegat masyarakat sehingga membuat mereka terpaksa melanjutkan pelarian sampai ke Bukit Dolok Tolong di Balige. Di Gunung inilah mereka meminta suaka politik kepada seorang Raja di tempat dari sub-rumpun marga Sumba (Isumbaon) yang saat itu menguasai wilayah tersebut.
Dolok Tolong, yang juga dikenal dengan nama Tombak Longo-longo Sisumbaon, ini merupakan sebuah pegunungan yang lumayan tinggi, dari puncaknya pandangan dapat di arahkan ke tanah Asahan, Labuhan Batu dan Angkola Sipirok dengan pemandangan yang sangat mempesona.
Diceritakan, seorang Pangeran yang mempimpin pelarian tersebut akhirnya memerintahkan untuk membuat prasasti tersebut sebagai sebuah hasil penjanjian dengan Raja dari marga Sumba tersebut dimana mereka diijinkan untuk tinggal di wilayah itu.
Pendapat lain mengatakan bahwa Pangeran tersebut juga menikahkan seorang putri yang ikut dalam rombongan pelarian kepada seorang raja Batak di tempat. Putri tersebut bernama Si Boru Baso Paet. Ada yang menafsirkan bahwa Si Boru Paso Paet sebenarnya merupakan perusakan kata dari Si Boru Majapahit yang artinya Srikandi Majapahit.
Lebih jauh lagi ada pula yang mengatakan bahwa Si Boru Baso Paet itulah yang menjadi nenek moyang orang Batak. Namun keterangan ini menjadi membingungkan karena eksistensi orang Batak di berbagai literatur telah ada berabad-abad sebelumnya dan bahkan ada pada ke-2 M telah berinteraksi dengan pelaut asing seperti yang diceritakan oleh Ptolemeus, tapi dengan nada negatif.
Tapi bila dilihat dari nama penamaan tempat itu oleh orang setempat, Tombak Longo-longo Sisumbaon, ada kemungkinan bahwa bukit tersebut merupakan pusat religi kaum animisme dan paganisme Batak dahulu kala. Arti harfiah dari kalimat tersebut adalah Hutan Rimba Yang Menjadi Tempat Persembahan. Eskistensi nama tempat ini sepertinya mirip dengan nama Dolok Partangisan di sebuah daerah antara Dolok Sanggul dan Tele yang merupakan tempat tradisional untuk memberikan sesajen berupa manusia (korban) untuk memuja roh atau dikenal dengan istilah mamele begu.
Yang sangat disayangkan adalah tidak adanya sebuah penelitian yang menyeluruh atas apa isi dan arti sebenarnya dari tulisan atau tanda yang terdapat di prasasti tersebut. Bukan tidak mungkin, selain dari dugaan kedatangan orang Majapahit, sebenarnya terdapat bentuk kebudayaan di Balige yang selama ini tidak dikenal. Atau kemungkinan-kemungkinan lainnya.
Tentu yang paling disayangkan lagi adalah rendahnya peran pemerintah daerah dalam menghormati eksistensi bukti-bukti sejarah ini. Padahal tidak sedikit dana APBD dikucurkan untuk membangun objek-objek wisata, konvensional maupun rohani, yang tampaknya sangat berlebihan dan terkesan mubazzir serta tidak produktif. Pemerintah seharusnya tidak terjebak dalam sebuah kebijakan yang malah menghilangkan nilai-nilai pluralisme budaya dan adat.
Bukan tidak mungkin apabila prasasti ini dapat diungkap lebih mendalam lagi, banyak kearifan lokal yang banyak diambil hikmahnya oleh generasi muda sekarang ini.
7comments:
Hindu ? Kapan itu ?
PARMALIM OM bukan HINDU dan BUDHA
Mauliate
Kalau Parmalim berakar dari hindu, seharusnya ada kasta atau warna, contohnya brahmana, kesatriya, sudra dan waisa. Ada gak di Tanah Batak itu Kasta, boss. Kalau ada, berarti nenek moyang orang batak beragama hindu donk, boss....
Mengenai nama Mulajadi Nabolon,saya pribadi agak menyayangkan mengapa pihak HKBP enggan memasukan nama tsb untuk sapaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,padahal nama itu memiliki makna yang dalam dan bebas dari pengaruh animisme dan isme2 lainya.Dan gereja HKBP lebih memilih istilah asing seperti Debata dan Jahowa atau kadang2 Debata Jahowa.
Disini juga saya mau mengajak saudara2 sesuku untuk mendoakan dan mendukung perjuangan saudara kita penganut Parmalim,agar Parmalim disahkan dan dapat disejajarkan dengan agama2 besar lainnya di Indonesia tercinta ini.Semoga pemerintah kita dapat terbuka pikiran dan hatinya untuk menyambut aspirasi saudara2 kita tsb.Seperti saudara2 kita peranakan Tionghoa yang berhasil memperjuangkan Konghucu untuk menjadi agama resmi yang diakui negara.
Horas ma!
pengaruh hindu sangat kuat terhadap parmalin , kalau anda tidak percaya datang aja ke tanah karo dan batak lainnya ,
Saya pengamat proses KEBANGKITAN PERADABAN MILENIUM yang terprogram berawal dari kepulauan Nusantara, yang mewakili "miniatur dunia". "Devine Program" ini ditandai dengan berseminya Philosophia Perennis (Unify of Religions)di Bumi Pertiwi.
BACK TO BASICS - kebangkitan akan menjadi kokoh apabila beranjak dari pondasi, maka Agama atau Millah Nabi Ibrahim a.s. sebagai dasarnya, yang diajarkan melalui IBADAH HAJI. Padanya sudah diajarkan prinsip-prinsip Philosophia Perennis, yang akan mempertemukan sumua agama. Kehidupan manusia akan semakin complex, dynamic, competitive, maka perlu adanya kerukunan dan kerjasama antara umat beragama berdasarkan kenyataan di atas.
Semua diciptakan berpasangan, maka IBADAH HAJI bisa dianggap "theory/concept" (ilmiah)telah dipersiapkan berpasangan dengan DALIHAN NA TOLU sebagai "praxis/application" (amaliah).
"GOD does not play dice," ungkap Enstein. Everything have been teleological programmed, so there are human brains and religions!
Sudah barang tentu hal tersebut di atas tidak masuk akal yang "sempit dan rigid", karena memang diprogram untuk "test cases" bagi kaum arif-bijaksana yang berpandangan luas dan bersikap luwes.
PARADOX - pasangan yang terkesan sederhana tersebut ternyata justru baru akan terpahami oleh mereka yang berpengetahuan luas, bahkan dengan persyaratan cukup mengenal beragam agama, bermacam budaya, dan aneka ilmu pengetahuan. Dalam hal ini diperlukan kerjasama antara para pengetua adat yang pendidikannya sederhana dengan para sarjana senior dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan modern.
Saya sudah mencoba dengan serius untuk menyampaikan peluang dan tantangan yang amat mulia itu kepada kaum elite Batak, namun sayangnya tidak ditanggapi. Mengapa demilian?
Untuk melengkapi tanggapan ini, maka mohon Anda membaca "exercises" saya yang dimuat di Kompasiana.com sbb.:
http://filsafat.kompasiana.com/2010/12/21/kebangkitan-agama-dan-spiritualisme/
http://filsafat.kompasiana.com/2010/12/19/dalihan-na-tolu-dan-philosophia-perennis/
http://sosbud.kompasiana.com/2011/01/21/presiden-susilo-bambang-yudhoyono-dalihan-na-tolu/
http://filsafat.kompasiana.com/2010/12/11/wayang-purwo-dan-philosophia-perennis/
Mauliate godang,
Tato Sugiarto
Pondok Kopi I-1/1, Jakarta Timur 13460.
Email: sugiarto.tato520@gmail.com
Mohon bila ada photo (bentuk visual) bisa ditampilkan (link) agar ada referensi.
Horas,
Mauliate
@Franky RH Manik
Post a Comment
Jolo tiniktik sanggar laho bahenon huru-huruan, Jolo sinukkun marga asa binoto partuturan.
Untuk membalas komentar ke Nama/ Id tertentu, silahkan tambahkan "@" sebelum Nama atau ID komentar yang ingin dibalas/ reply
contoh: @name atau @5867483356795408780.0
Isi Komentar/ Reply
ps:
- Untuk mengetahui ID komentar yang ingin di reply silahkan klik [Comment ID]
- Berkomentarlah dengan tutur kata yang sopan, adalah hal yang manusiawi untuk berbeda pendapat