Prof. DR. KRHT Tarnama Sinambela Kusumonagoro
BATAK - Prof. DR. KRHT Tarnama Sinambela Kusumonagoro, dia potret anak bangsa yang terkenal gigih, ulet dan pantang menyerah hingga meraih sukses. Pengusaha, pendiri dan pemilik PT Sumber Batu Group ini, selain sukses sebagai pengusaha, juga sangat peduli pada pengembangan budaya, pendidikan dan kerohanian. Tak heran bila putera berdarah Batak ini memperoleh Gelar Kehormatan Kanjeng Raden Hario Tumenggung (KRHT) dari Keraton Solo, Surakarta, serta sejumlah penghargaan lainnya.
Tarnama Sinambela adalah pendiri sekaligus pimpinan tertinggi PT Sumber Batu Group, sebuah kelompok usaha jasa konstruksi yang sejak awal pendirian tahun 1970 dikenal berkiprah banyak di lingkungan proyek-proyek pembangunan fisik, terutama jalan dan jembatan. Dia juga mendirikan dan memimpin lembaga pendidikan, mulai tingkat dasar sampai tingkat tinggi, di bawah bendera Yayasan Budi Murni.
Seiring keberhasilannya berbisnis, dia pernah dua kali diusulkan sebagai calon Gubernur Sumatera Utara, yaitu pada tahun 1982 dan 1992. Profil tentang dirinya berjudul “Pantang Menyerah” diluncurkan pada tahun 1996. Sebuah buku yang mengukir perjalanan hidupnya yang pantang menyerah hingga meraih sukses.
Tarnama Sinambela menjadi pengusaha sukses melalui proses alamiah yaitu tumbuh dan berkembang dari bawah. Berkapital secukupnya bertekad baja dan pantang menyerah lalu bekerja keras dan jujur meraih keberhasilan. Kehadirannya persis saat Jakarta sedang membutuhkan banyak pengusaha jasa konstruksi untuk menata Ibukota Negara menjadi kota metropolitan baru yang ramah terhadap penduduk dan lingkungan.
Dia adalah Tarnama Sinambela bungsu dari tujuh bersaudara yang lahir pada tanggal 16 Juli 1943 di sebuah perkampungan yang tenang, Desa Pangasean, Porsea, Sumatera Utara. Suami dari Damaris br. Tampubolon ini adalah ayah dua orang anak dan kakek beberapa orang cucu yang memimpin PT Sumber Batu Group, perusahaan jasa konstruksi terkenal rekanan Pemda DKI Jakarta.
Berbagai pekerjaan pembuatan maupun perbaikan jalan, jembatan, trotoar, pengairan, saluran irigasi, bangunan gedung dan berbagai jasa sipil lain bahkan hingga ke pengujian asap kendaraan bermotor pernah dia terima dari Pemda DKI Jakarta sejak awal tahun 1970-an.
Setelah bertengger di puncak kesuksesan dia tak lupa menoleh ke bawah. Yayasan Pendidikan Budi Murni pengelola Universitas Mpu Tantular (UMT) dan sejumlah sekolah TK, SD, SMP, SMA, STM, dan SMEA Budi Murni dia dirikan sebagai bentuk pengabdiannya kepada masyarakat luas yang membutuhkan pendidikan maju. Dia ingin seluruh masyarakat mempunyai akses terbuka terhadap pendidikan, tidak seperti dirinya dahulu kala.
Dia ingat ketika masih tinggal di Desa Pangasean, Porsea, Sumatera Utara tiap hari harus berjalan kaki sejauh lima kilometer menuju sekolah SMP di Narumonda. Ketika SMA dia harus tinggal di rumah kakak sulungnya di Medan sebab pendidikan sejenis belum tersedia di Pangasean. Itu belum cukup. Untuk melanjutkan pendidikan tinggi ke universitas dia harus menunggu selama sepuluh tahun. Dia baru berkesempatan duduk di bangku kuliah setelah mempunyai istri, dua orang anak, dan memimpin CV Budi Mulya sebagai direktur.
Dia ingin agar apa yang pernah menimpanya dahulu, seperti hidup sebagai anak petani di desa terpencil dengan sumber pendapatan yang terbatas ditambah akses pendidikan yang tidak tersedia jangan lagi menimpa generasi angkatan baru masa mendatang.
Kesuksesan dia berjuang menaklukkan rimba Metropolitan Jakarta hingga ke tanah Keraton Kasunanan Surakarta yang mengangkatnya sebagai saudara sekandung dan karenanya berhak menyandang gelar kebangsawanan, adalah bukti lain kesungguhan perantau Batak ini sebagai anak bangsa yang menjunjung tinggi keberagaman di bumi Indonesia.
Melihat begitu intens dan besarnya kontribusi yang pernah dia berikan terhadap kemajuan kehidupan sosial keagamaan, menjadikan cerita menarik bahwa dahulu dia bekerja 16 jam sehari namun setiap hari Minggu tak boleh terlewatkan tanpa berbakti kepada Tuhan di Gereja, adalah bukan isapan jempol belaka.
Pengusaha yang kuat ini ditopang oleh seorang istri yang kuat pula di belakang yakni Damaris br. Tampubolon. Mereka berdua biasa bertemu muka selalu hanya pada saat bersentuhan dengan Tuhan di Gereja. Mereka menikah tahun 1963 saat usia dia masih 20 tahun, atau hanya dua tahun setelah menginjakkan kaki di Jakarta dengan status pekerja Hotel Indonesia sebagai Food & Beverage Manager.
Istri yang kuat yang menopang keberhasilan suami tanpa kompromi tanpa pamrih dan tanpa tedeng aling-aling itu setahun kemudian atau 8 April 1964 “menghadiahkan” dia seorang anak laki-laki diberi nama Budi Parlindungan Sinambela. Hanya dalam usia dua tahun perkawainan tepatnya 18 Oktober 1965 kembali hadir anak lelaki kedua sekaligus yang terakhir, Santo Mulya Parulian Sinambela.
Kombinasi nama kedua buah hati itulah yang melahirkan entitas bisnis pertamanya CV Budi Mulya, berdiri tahun 1970, berkantor di Inter Hotel, Jalan Gunung Sahari Raya, Jakarta Pusat. Kehadiran CV Budi Mulya, yang belakangan berubah nama menjadi PT Budi Mulya Jaya dibawah kendali Budi Parlindungan Sinambela, cikal bakalnya dimulai sejak tahun 1969 saat dia memulai usaha kecil-kecilan leveransir bahan bangunan.
Dia waktu itu melayani kebutuhan berbagai bahan bangunan untuk keperluan kegiatan pekerjaan perusahaan-perusahaan jasa konstruksi yang sedang giat-giatnya membangun Kota Jakarta seperti perbaikan jalan, saluran, jembatan, hingga ke perbaikan perkampungan di seluruh wilayah Jakarta.
Jakarta ketika itu dipimpin oleh Letnan Jenderal Marinir Ali Sadikin Gubernur DKI Jakarta periode tahun 1966-1977. Ali Sadikin adalah gubernur paling berhasil sepanjang sejarah Kota Jakarta yang sukses membangun Jakarta baik secara fisik maupun mental masyarakat.
Untuk menyulap Kota Jakarta yang masih kumuh dan tak lebih seperti perkampungan menjadi kota metropolitan baru yang disegani oleh dunia internasional, Ali Sadikin ketika itu membuka kesempatan yang seluas-luasnya kepada para pengusaha jasa konstruksi turut serta menjadi pelaksana pembangunan sarana dan prasarana perkotaan. Seperti yang dia amati, Jakarta ketika itu aktif melakukan pembangunan jalan raya, jembatan, saluran irigasi, bangunan gedung, dan berbagai pekerjaan sipil lainnya.
Pebisnis leveransir bahan bangunan itu menjadi ingin mengikuti jejak langkah para kenalannya dari perusahaan jasa konstruksi yang dia suplai. Jabatan manajer di Hotel Indonesia dia lupakan untuk menjadi seorang enterpreneur baru.
Usaha leveransir yang dia rintis telah membuka akses kepadanya untuk berhubungan serta bergaul akrab dengan para petinggi perusahaan konstruksi. Akses itu dirasakannya cukup sebagai modal untuk menetaskan sebuah entitas perusahaan jasa konstruksi baru milik sendiri.
Itulah CV Budi Mulya, yang dalam usia satu tahun pertama telah dipercaya memperoleh sekaligus menyelesaikan tiga kontrak pekerjaan pembangunan gedung di Jakarta, tahun 1971.
Karena dia merantau ke Jakarta sesungguhnya adalah untuk meneruskan pendidikan tinggi, dan rencana itu telah tertunda selama 10 tahun, maka, di tahun 1971 ketika kesempatan tersedia dia langsung memasuki Universitas Tujuhbelas Agustus 1945 (Untag). Saat itu usia dia sudah menginjak 28 tahun.
Dia tetap genjot laju perusahaan dari pagi hari pukul 07.30 hingga sore 14.30 WIB, lalu sejak pukul 16.00 hingga larut malam pukul 21.00 WIB dia duduk di bangku kuliah Fakultas Ilmu Administrasi Niaga, Jurusan Ketataniagaan Untag.
Dia tidak merasa letih bekerja sambil kuliah. Sebab sebelumnya dia telah pula pernah bekerja di dua tempat sekaligus dalam satu hari untuk jangka waktu lama. Yaitu di Hotel Indonesia sebagai manajer dan di proyek pembangunan gedung Sarinah sebagai pelaksana, keduanya di Jalan MH Thamrin Jakarta. Di tahun 1962 itu sebagai Food & Beverage Manager Hotel Indonesia dia bekerja mulai pukul 07.30 hingga 15.00 WIB, lalu usai itu dia langsung bergegas ke seberang menuju proyek gedung Sarinah.
Kesediaan dia bekerja rangkap ketika itu mengikuti ajakan pakar beton bertulang Prof. DR. Ir. Roosseno, pimpinan proyek gedung Sarinah. Kedua anak bangsa ini pernah berkenalan dalam posisi yang berbeda. Dia sebagai pekerja hotel yang melayani tamu sedangkan Roosseno tamu yang sering mengunjungi Hotel Indonesia.
Tentang dia, Roosseno di tahun 1985 pernah berujar telah mengenal dia sejak tahun 1972 sewaktu masih bekerja di Hotel Indonesia, Jakarta. Orangnya masih muda dan kurus belum gemuk. Roosseno selanjutnya menyebutkan mengajak dia bekerja rangkap di proyek pembangunan pusat pertokoan Sarinah, Jakarta.
“Dengan kemauan yang keras didukung oleh fisik yang masih muda, dia sanggup bekerja pada dua tempat pekerjaan walaupun untuk itu dia harus bekerja siang dan malam,” begitu kesaksian Roosseno yang menjadi guru sekaligus ayah pembimbing bagi dia, serta sebagai pembantu setia sebagai bendahara umum di kepengurusan BPP Gapensi yang dipimpin Roosseno ketika itu.
Maka, mengikuti bimbingan sang guru dia bekerja seringkali hingga larut malam. Selain dia maksudkan untuk menggali ilmu konstruksi juga untuk menunjukkan rasa hormatnya terhadap pimpinan proyek yang selalu mengajari dia bagaimana bekerja keras sekaligus bertanggung jawab pada setiap pekerjaan konstruksi.
Proyek Gedung Sarinah adalah pekerjaan sipilnya yang kedua. Sebelumnya di tahun 1961, persis di awal pertamakali dia menginjak Jakarta, sebagai pekerja asisten pelaksana PT Pembangunan Perumahan dia mengerjakan proyek pembangunan gedung Hotel Indonesia. Di situ, tak lama kemudian karirnya meningkat sebagai pelaksana proyek yang bertanggungjawab terhadap pemakaian material dan pengerahan tenaga kerja harian. Dia menjadi unik hotel kebanggaan Bung Karno ini. Pertama kali dia bekerja sebagai pelaksana pembangunan gedung, lalu setelah selesai melamar dan menjadi manajer pada hotel yang dia bangun itu.
Perjuangan dia menyetarakan diri dengan peradaban modern lewat bangku kuliah berlangsung hingga tahun 1976. Di tahun itu dia diwisuda untuk berhak menyandang gelar sarjana penuh pada disiplin ilmu ketataniagaan.
Dia pun semakin melangkah mantap mengembangkan usaha jasa konstruksi, terutama lewat CV Sumber Batu yang telah dia dirikan di tahun 1972. Sedangkan pengelolaan CV Budi Mulya dia serahkan sepenuhnya kepada istri Damaris br. Tampubolon.
CV Sumber Batu hingga tahun 1974 berhasil menyelesaikan 18 kontrak pekerjaan senilai tak kurang Rp 223 juta, sebuah angka yang sudah cukup besar ketika itu untuk perusahaan sekelas CV berkualifikasi rendah.
Untuk semakin membuka peluang mencari proyek baru dia mengubah status badan hukum usahanya menjadi perseroan terbatas, PT Sumber Batu sejak 6 Agustus 1974. Dia sekaligus menaikkan kualifikasi perusahaannya yaitu menjadi Kelas C untuk pekerjaan bangunan gedung, Kelas B untuk pekerjaan bangunan air, dan Kelas D untuk pekerjaan jembatan.
Bangun Asphalt Mixing Plant
Dalam empat tahun pertama berstatus perseroan hingga tahun 1978 PT Sumber Batu berhasil menyelesaikan pekerjaan sebanyak tujuh kontrak senilai Rp 744 juta.
Di tahun 1978 itu pula berdasarkan kajian serta perhitungan yang cermat dan cerdas dia mendirikan satu unit pabrik penghasil aspal beton hotmix, atau Asphalt Mixing Plant dilengkapi sejumlah alat-alat berat pendukung. Total investasi Rp 1,750 miliar sebuah investasi mahal berjangka panjang ketika itu.
Bersamaan itu dia semakin boleh berbangga hati sebab perusahaanya PT Sumber Batu diizinkan naik ke kelas tertinggi. Predikat Kelas A memungkinkan perusahaan jasa konstruksi seperti Sumber Batu berhak mengerjakan proyek-proyek konstruksi apa saja tanpa batasan nilai proyek.
Keteguhan sekaligus keberanian dia menjadi produsen aspal beton hotmix adalah lompatan baru dalam hal modernisasi teknologi pembangunan fisik. Hotmix sangat praktis digunakan untuk memperkuat konstruksi jalan raya, landasan pesawat terbang, pelataran parkir, dermaga pelabuhan, maupun berbagai keperluan lain.
Penggunaan hotmix sangat sesuai untuk pekerjaan bervolume besar sebab hotmix sangat praktis digunakan sehingga efisien dan pengerjaannya tidak butuh waktu lama. Kualitas jalan raya yang dihasilkan pun mampu mendukung beban berat seperti pada jalan raya kelas satu, atau pada pelataran kontiner, dan sebagainya.
Aspal hotmix dia yakini bukan hanya bisa diandalkan untuk mengejakan proyek-proyek pemerintah namun setiap proyek swasta pun layak memanfaatkan produk teknologi modern pengaspalan ini.
Hanya berselang setahun, sejak tahun 1979 Pemda DKI Jakarta menunjuk PT Sumber Batu sebagai salah satu produsen hotmix yang diperkenankan menangani pekerjaan perawatan rutin jalan-jalan raya di seluruh wilayah Jakarta. Tahun 1980 Sumber Batu berhasil menyelesaikan sembilan pekerjaan hotmix dan tujuh pekerjaan bangunan air senilai Rp 1,332 miliar.
Di tahun 1980 ini pula dia kembali mendirikan satu tambahan Asphalt Mixing Plant dilengkapi alat berat dan laboratorium total investasi Rp 2,500 miliar, lokasi di Jalan Raya Bekasi KM 23,5, Cakung, Jakarta Timur. Kapasitas produksi hotmix meningkat dari 300 ton menjadi 600 ton perhari. Kedua unit Asphat Mixing Plant tersebut di tahun 1981 berhasil menyelesaikan 11 kontrak pekerjaan senilai Rp 1,012 miliar.
Kepercayaan Ditjen Bina Marga menyerahkan pekerjaan peningkatan jalan raya Jakarta-Tangerang-Merak dia jawab dengan pendirian satu Asphalt Mixing Plant baru persis di lokasi proyek di Cikande, Jawa Barat, November tahun 1981. Selama tahun 1981-1982 Sumber Batu berhasil menyelesaikan 23 kontrak pekerjaan senilai Rp 3,724 miliar.
Dalam perjalanan waktu kemudian dia masih mendirikan beberapa Asphalt Mixing Plant baru di setiap lokasi proyek yang ditangani. Seperti yang dia dirikan di tahun 1985 di Kotanopan, Sumatera Utara untuk menunjang pelaksanaan pelebaran jalan Jembatan Merah-Ranjau Batu senilai Rp 3,700 miliar. Demikian pula di Cirebon, juga tahun 1985, untuk menunjang proyek pelebaran jalan Dawuhan Kalijaga, Cirebon senilai Rp 2,300 miliar.
Selain mendirikan Asphalt Mixing Plant di kedua proyek Kotanopan dan Cirebon itu, dia melengkapi pula mesin pemecah batu atau Stone Crusher masing-masing satu unit. Di tahun 1986 mesin serupa pemecah batu stone crusher dia dirikan di site plant Cakung, Jakarta Timur.
Kisah sukses pendirian pabrik hotmix yang memberinya keuntungan besar serta membuka peluang untuk memenangkan tender mengilhami dia untuk juga mendirikan pabrik beton concrete batching plant. Pabrik beton itu mulai dia dirikan di tahun 1984 dilengkapi 10 truck mixer yaitu truk pengangkut beton ke lokasi proyek, serta satu unit laboratorium beton. Total menelan ivestasi Rp 1,200 miliar.
Dia jeli meneropong jauh ke depan. Naluri bisnisnya yang sudah terasah tajam memberinya sikap mafhum bahwa pembangunan fisik di Indonesia yang sedang gencar akan tetap gencar dan pasti membutuhkan jutaan meter kubik beton. Beton itu sangat dibutuhkan untuk pembangunan gedung pencakar langit mulai dari pekerjaan pondasi hingga struktur gedung. Demikian pula beton untuk pembangunan jembatan, trotoar, penurapan saluran air, irigasi, dan berbagai pekerjaan sipil lainnya yang membutuhkan beton.
Kebutuhan beton itu bukan hanya untuk setiap proyek yang dia tangani, melainkan semua perusahaan jasa konstruksi lain yang belum mempunyai concrete bathing plant boleh memesan beton kepada dia. Tak butuh waktu lama, pada 1 Maret 1985 produksi pertama beton siap pakai (readymix) miliknya mulai meluncur digunakan sendiri pada proyek yang dikerjakan Sumber Batu.
Pilihan mendirikan pabrik aspal hotmix, beton, dan stone crusher berinvestasi besar menunjukkan salah satu sisi lain dari jati diri dia yang sesunguhnya. Yaitu selalu ingin sejajar dengan kemajuan teknologi pembangunan fisik. Dia tidak mau disebutkan tertinggal dari orang lain kendati berasal hanya dari sebuah desa kecil, Pangasean, Porsea.
Untuk menunjukkan totalitas keterlibatannya membangun Jakarta sejak 1 Mei 1980 dia menerima keputusan Kepala DLLAJR DKI Jakarta yang menunjuk PT Sumber Batu sebagia pelaksana pengujian asap kendaraan bermotor. Dia juga diperkenankan melakukan perbaikan seperlunya terhadap setiap mesin kendaraan yang proses pembakaran sudah tidak sempurna.
Dia tidak sendiri tetapi ditopang oleh Lembaga Ekologi Universitas Pajajaran Bandung untuk melakukan upaya pengendalian pencemaran udara di kota besar seluruh Indonesia. Dengan lembaga itu dia bekerjasama mengumpulkan data-data analisa untuk memperoleh gambaran yang lengkap guna merencanakan usaha pelestarian dan perlindungan lingkungan hidup.
Karena kepedulian dia terhadap kelestarian lingkungan itu pada Maret 1981 dia berkesempatan beraudiensi dengan Wakil Presiden Adam Malik untuk melaporkan kegiatan pengujian asap kendaraan bermotor berikut usaha penanggulangan pencemaran udara. Saat itu juga Adam Malik langsung memberi petunjuk dan pengarahan tentang usaha penanggulangan pencemaran udara yang telah dia rintis.
Jenis dan skala usaha yang meluas membutuhkan beragam barang cetakan seperti formulir, daftar isian, surat-surat, buku-buku, kwitansi, map dan sebagainya yang jumlahnya cukup besar. Sejak Mei 1984 dia lagi-lagi memasuki area bisnis baru yaitu percetakan. Dia menghadirkan seperangkat lengkap alat percetakan, yaitu masing-masing satu unit mesin cetak Fuji Offset, mesin potong kertas, plate maker, dan mesin letter press.
Mesin cetak ini dia maksudkan untuk melayani kebutuhan barang cetakan di PT Sumber Batu, Yayasan Pendidikan Budi Murni, dan Universitas Mpu Tantular namun tak tertutup kemungkinan memenangkan kontrak-kontrak pekerjaan cetakan dari luar dalam jumlah besar.
Terjun ke pendidikan
Dia adalah bungsu dari tujuh bersaudara yang lahir tepat pada tanggal 16 Juli 1943 di sebuah desa yang tenang, Desa Pangasean, Porsea, Toba Samosir, Sumatera Utara. Dia lahir di tengah-tengah sebuah keluarga petani kecil yang untuk menambah penghasilan saja satu-satunya peluang yang tersedia adalah memelihara beberapa ekor kerbau, bebek, dan ayam.
Ayahnya memberi dia nama Tarnama agar penggembala kerbau di masa kanak-kanak itu suatu saat bisa hidup sama seperti namanya yaitu terkenal, atau ternama dimana-mana karena kebaikan, ketokohan, dan kisah suksesnya. Dan itulah yang sesungguhnya telah terjadi pada diri Tarnama.
Padahal, dahulu setamat SMA di Medan tahun 1961 dia pulang ke kampung Pangasean untuk memohon izin merantau ke Jakarta hanya dibekali dua hal. Bekal pertama selembar ijazah SMA berikut sedikit uang hasil penjualan seekor kerbau yang sebelumnya sudah akrab dia gembalakan.
Dan bekal kedua adalah spirit berupa perumpamaan khas Tapanuli, ‘Ulosi nasa tungko-tungko sai adong doi hangoluanmu. Saongi angka dalan dapot ho do na tonggi dalan pasu-pasu’. Artinya, ‘Manfaatkanlah rezeki sekecil apapun itu sebelum cita-cita tercapai sebab jika dikumpulkan akan menjadi banyak dan dapat menjadi jalan kehidupan. Kemudian tanamlah kebaikan di dalam kehidupan agar beroleh rezeki dari sesama manusia dan beroleh yang manis atas jerih payahmu.’
Salah satu sebab setiap kali dia melebarkan sayap usaha adalah karena dibangkitkan oleh semangat yang bergelora. Yaitu semangat untuk membantu menyediakan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya. Dan bersamaan itu dari sisi yang lain dia bersemangat pula untuk mendirikan sekolah maupun lembaga kursus untuk menyiapkan generasi yang lebih maju yang kelak mudah memperoleh pekerjaan.
Pada tahun 1976 Tarnama sudah mendirikan Yayasan Pendidikan Budi Murni yang menyelenggarakan pendidikan mulai TK, SD, SMP, SMA, SMEA, dan STM. Kemudian di tahun 1983 dia mendirikan Lembaga Penunjang dan Peningkatan Pendidikan (LP3) serta mengadakan kerjasama dengan Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia, Jakarta.
Tahun 1984 adalah awal dia mulai memasuki dunia pendidikan tinggi saat mendirikan Universitas Mpu Tantular (UMT). Di tahun itu juga dia mengadakan kerjasama dengan sebuah lembaga pendidikan tinggi asing Jhon Dewey University, dari Amerika Serikat. Lembaga lain yang dia dirikan adalah Lembaga Pendidikan Komputer di tahun 1999, Akademi Manajemen Ilmu Komputer di tahun 1999, Lembaga Akademi Maritim di tahun 2000, dan Lembaga Bahasa Inggris di tahun 2000.
Ke daerah-daerah dia aktif melebarkan usaha mendirikan bank perkreditan rakyat (BPR) untuk memberikan kredit bagi setiap orang yang membutuhkan uang untuk modal usaha. Beberapa BPR sudah dia dirikan. Antara lain, BPR Sumber Pangasean di Cikampek, Jawa Barat berdiri tahun 1992, BPR Sumber Hiobaja di Baki, Solo, Jawa Tengah tahun 1993, BPR Sumber Sibapudung di Cirebon, Jawa Barat tahun 1993, BPR Sumber Tiopan Raya di Tanjung Morawa, Medan, Sumatera Utara tahun 1993, dan BPR Sumber Lumban Mual di Citereup, Bogor, Jawa Barat tahun 1993.
Aktif berorganisasi
Untuk memperluas cakrawala pemikiran serta agar selalu berada di lingkaran dalam para pelaku usaha jasa konstruksi dia melibatkan diri di sejumlah organisasi profesi. Malah tidak jarang dia diminta tampil sebagai pengurus inti. Misalnya, dia aktif di organisasi Gabungan Pelaksana Konstruksi Indonesia (Gapensi), Perhimpunan Instalatur Air Minum Jakarta, Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI), Kadin Jaya dan Kadin Indonesia, Asosiasi Asphalt Beton DKI Jakarta, Anggota Dewan Penyantun Universitas Bukit Barisan Medan, Sumatera Utara, bahkan hingga Dewan Pertahanan Keamanan Nasional (Wanhankamnas).
Pengusaha sukses yang di tahun 1984 pernah diangkat sebagai Staf Deputi Pembangunan Dewan Pertahanan Keamanan Nasional (Wanhankamnas) ini, di tahun 1980 memperoleh penghargaan berupa gelar doktor honoris causa dari Jhon Dewey University Consortium, AS. Dan di tahun 1993 masih dari universitas yang sama dia memperoleh lagi gelar profesor. Selain tercatat beberapa kali memperoleh medali penghargaan pendidikan, di tahun 1994 Tarnama dinobatkan sebagai “Tokoh Pendidikan” dalam acara Men of The Year 1993-1994 yang didasarkan karena tingginya tingkat kepedulian dia mengembangkan dunia kependidikan.
Bidang lain yang kerap kali pernah memberi dia penghargaan atas keterlibatan aktif dan dedikasinya adalah bidang seni budaya, bidang usaha, bidang keagamaan, bidang pemerintahan, dan bidang olahraga.
Di bidang seni budaya pada tanggal 23 April 1985 Tarnama memperoleh gelar kehormatan Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) dari Keraton Solo, Surakarta. Saat itu, adalah bersamaan hari ulang tahun Kasunanan Pakubuwono XII dia memperoleh penobatan gelar bangsawan Jawa dalam sebuah upacara kebesaran adat Keraton Surakarta. Sejak itu resmilah nama lengkap dia menjadi Kanjeng Raden Tumenggung DR. Tarnama Sinambela Kusumonagoro.
Namun persis sembilan tahun kemudian, pada tahun 1994 dari sumber yang sama yaitu Keraton Surakarta dia kembali memperoleh gelar kehormatan kebangsawanan. Kali ini lebih bergengsi yaitu Kanjeng Raden Hario Tumenggung. Sehingga, nama lengkap dia sekarang adalah Prof. DR. Kanjeng Raden Hario Tumenggung Tarnama Sinambela Kusumonagoro.
Jika gelar bangsawan Jawa pernah dia peroleh, sebaliknya kepada seorang putra Jawa dia bersama tetua adat pernah pula menganugerahkan sebuah marga yakni Sinambela kepada Gubernur DKI Jakarta Tjokropranolo pada bulan Oktober 1981. Dasar pemikirannya, Tjokropranolo adalah seorang tokoh yang banyak mengabdi kepada kepentingan masyarakat luas.
Hal itu dibuktikan oleh mulai tukang becak, pedagang kaki lima yang berdagang beratapkan langit maupun tenda-tenda, demikian pula anak-anak, orang tua hingga masyarakat intelektual semua mengenal siapa gubernurnya yaitu Tjokropranolo.
Tarnama kakek dari beberapa orang cucu yang di tahun 1987 pernah dinobatkan sebagai pria berbusana terbaik, pada tahun sama 1987 itu dia pernah memperoleh penghargaan dari Lembaga Sisingamangaraja XII atas peran sertanya mensukseskan pelaksanaan Peringatan 10 Windu Wafatnya Pahlawan Sisingamangaraja XII.
Pengusaha terkenal itu juga pernah dianugerahi beragam penghargaan khusus di bidang dunia usaha. Dia antara lain pernah dinobatkan sebagai salah satu Pahlawan Wiraswasta dalam buku Profil 10 Pengusaha Indonesia, yang terbit tahun 1992. Kemudian, pada tahun 1994 dinobatkan sebagai Putra Penerus Pembangunan Bangsa oleh Yayasan Pengembangan Mode Forum dan Budaya Indonesia.
Dia begitu intens membantu kegiatan kerohanian terlihat dari besarnya peran dan kontribusi yang pernah dia berikan. Cerita di masa muda bahwa setiap hari Minggu tak pernah terlewatkan tanpa berbakti kepada Tuhan di Gereja bukan isapan jempol belaka.
Bahkan, pengusaha kuat ini ditopang oleh seorang istri yang kuat pula Damaris br. Tampubolon yang dia “ketemukan” saat-saat bersentuhan dengan Tuhan di Gereja. Mereka menikah tahun 1963 saat usia dia masih 20 tahun.
Sederetan penghargaan dari berbagai denominasi Gereja pernah dia terima. Deretan yang sama panjang pernah pula dia terima di bidang pemerintahan..
Tarnama yang dahulu biasa mengendarai scooter Vespa tua.miliknya hilir mudik dari rumah ke kantor, ke instansi pemerintah dan swasta pemberi proyek, serta ke lokasi proyek-proyek yang sedang dikerjakan adalah Tarnama yang masih sama dengan sekarang yang penuh dengan kerendahan hati dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tidak ada yang berubah pada dia walau namanya sungguh sudah benar-benar ternama di antara elit pengusaha nasional sesuai keinginan sang ayah saat memberinya nama Tarnama Sinambela.
“Bapak gurunya” di bidang konstruksi Roosseno menyebutkan dibutuhkan ribuan putera-puteri Indonesia seperti Tarnama Sinambela yang mau berpartisipasi mendukung usaha pemerintah d bidang pembangunan fisik maupun dalam usaha mencerdaskan bangsa.
Letnan Jenderal ((Purn) Tjokropranolo, Gubernur DKI Jakarta 1977-1982 yang banyak memberi dia kesempatan mengembangkan diri menjadi pengusaha pribumi yang berhasil memberikan pujian yang senada.
Gubernur Tjokro pengganti Ali Sadikin itu menyebutkan, sebagai orang yang lebih tua selalu memberi nasehat dan anjuran-anjuran kepada Tarnama Sinambela agar di dalam setiap investasi yang ditanamkan untuk pengembangan perusahaan tidak lupa memikirkan nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga, pengembangan perusahaan itu dapat membuka lapangan pekerjaan bagi tenaga-tenaga Indonesia yang belum memperoleh kesempatan bekerja.
1 comments:
* Saya pengamat Kebangkitan Agama-agama dan Spiritualisme yang terprogram bersemi di Bumi Pertiwi dan dipersiapkan sebagai pondasi Peradaban Milenium.
** Sumatera Utara mewakili Nusantara sebagai "Pilot Project", Simalungun "Focus of Interest", Pematangsiantar "Starting Point". Tapanuli sebagai lahan untuk menyemaikan benih.
*** Ibarat rumah atau pohon yang berpola Tiga. [1] DALIHAN NA TOLU (Batak:3X1) pondasi/akar, [2] TIGO TUNGKU SAJARANGAN,TIGO TALI SAPILIN (Melayu:3x2) tiang/batang, [3] WARISAN WALI SONGO (Jawa:3x3) atap/daun. Inipun analog dengan integralisme Tanaman (Cosmologia/Karya), Tanah (Anthropologia/Budaya), Iklim (Theologia/ Agama). Alam terkembang sebagai guru.
**** Mitologi RAJA HUTI (Batak) dengan NYI RORO KIDUL (Jawa) bisa dipahami keluasan dan kedalaman maknanya apabila dihubungkan dengan "Devine Program" di atas. Ini ditegaskan melalui hubungan kekerabatan keluarga Bapak T.B. Silalahi, hubungan kultural Bapak Prof. DR. KRHT Tarnama Sinambela Kusumonagoro. Pemberian Gelar Kehormatan Adat Batak kepada Bapak Presiden SBY dan Ibu telah menyempurnakan gambaran peran penting falsafah dan tradisi Batak dalam proses Kebangkitan Peradaban Milenium.
***** Saya berharap peluang dan tantangan yang amat mulia ini dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Mohon dibaca "exercises" saya yang relevan dengan ihwal di atas dalam Kompasiana.com sbb.:
http://sosbud.kompasiana.com/2011/01/21/presiden-susilo-bambang-yudhoyono-dalihan-na-tolu/
http://filsafat.kompasiana.com/2010/12/19/dalihan-na-tolu-dan-philosophia-perennis/
http://filsafat.kompasiana.com/2010/12/11/wayang-purwo-dan-philosophia-perennis/
Mauliate godang,
Tato Sugiarto
Pondok Kopi I-1/1, Jakarta Timur 13460.
Email: sugiarto.tato520@gmail.com
Post a Comment
Jolo tiniktik sanggar laho bahenon huru-huruan, Jolo sinukkun marga asa binoto partuturan.
Untuk membalas komentar ke Nama/ Id tertentu, silahkan tambahkan "@" sebelum Nama atau ID komentar yang ingin dibalas/ reply
contoh: @name atau @5867483356795408780.0
Isi Komentar/ Reply
ps:
- Untuk mengetahui ID komentar yang ingin di reply silahkan klik [Comment ID]
- Berkomentarlah dengan tutur kata yang sopan, adalah hal yang manusiawi untuk berbeda pendapat