Siregar adalah pecinta olahraga sejati. Dia mengabdi di olahraga tanpa pamrih. Seluruh hidupnya sungguh-sungguh dihabiskan dalam dunia olah raga. Di usia sudah senja, 76 tahun, masih saja ia berbakti sebagai orang kedua atau Sekjen PB PBSI periode tahun 2004-2008. Pantas organisasi olahraga terbesar dunia, Komite Olimpiade Internasional (IOC), menganugerahkan penghargaan emas L’Ordre Olympique (1986) kepadanya.
Pria Batak namun tak sedikitpun fasih berbahasa Batak, mungkin karena sudah lahir di Jakarta tepatnya di pinggiran Kali Malang daerah tapal batas Jakarta-Bekasi pada 11 November 1928, Mangombar Ferdinand Siregar atau lebih top dikenal sebagai MF Siregar, ini mempunyai segala dimensi kelengkapan dalam hal olahraga.
Dia pernah menjadi atlet renang, atletik, dan sepakbola, akademia sebagai mahasiswa hingga tingkat master pendidikan jasmani, berprofesi guru, dosen dan pelatih olahraga, pembina sekaligus pimpinan berbagai induk organisasi olahraga, bahkan menjadi birokrat olahraga sebagai pejabat eselon. Dia juga pernah menjadi politisi anggota DPR-GR/MPRS (1968-1971) mewakili masyarakat olahraga.
Sejak 4 Agustus 2004 dia dianugerahi gelar doktor kehormatan (honoris causa) dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Sebagai intelektual olahraga dia sejak tahun 1985 hingga 2003 telah menulis tak kurang 61 karya tulis berupa makalah hingga buku. Di usia sudah senja 76 tahun masih saja ia dipercaya sebagai orang kedua atau Sekjen PB PBSI periode tahun 2004-2008. Di PB PBSI, induk organisasi bulutangkis pimpinan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, ini ia hingga berusia 80 tahun jika Tuhan mengizinkan masih akan tetap mendedikasikan hidupnya untuk olahraga.
Karena kelengkapan dari semua segi itu MF Siregar pernah dikenal sebagai pelatih berbobot dan bertangan dingin serta sangat dekat di hati para atlit binaan. Dia mengerti sekaligus akomodatif terhadap keperluan atlit. Pemenuhan akan kebutuhan atlit ini didasarkan atas segudang ilmu dan pengalaman yang dimiliki, sehingga hal itu tentu saja sudah dia sasar untuk menuju suatu titik pencapaian prestasi yang sudah didesain sebelumnya. Dia akomodatif tidak semata untuk meraih popularitas melainkan dalam konteks profesionalisme. Sebab terbukti atlit binaan yang loyal itu berhasil menunjukkan prestasi mengagumkan.
Sebuah peristiwa mengharukan bisa menjadi bukti untuk ini. Yakni, ketika atlit bulutangkis putri Indonesia Susi Susanti hendak menerima kalungan medali emas di Olimpiade Barcelona Mei 1992, di Gedung Pavello de la Mar Bella, Barcelona. Dengan mata berkaca-kaca Susi terharu menatap bendera Merah-Putih yang dinaikkan tinggi-tinggi diiringi oleh alunan musik Indonesia Raya, yang untuk pertama kalinya berkumandang dalam sejarah keikutsertaan Indonesia di Olimpiade.
Merah-Putih sebelumnya sudah pernah dikerek untuk pertamakali di Olimpiade Korea 1988, saat pemanah Lilis Handayani dan kawan-kawan meraih medali perak panahan. Tapi kali ini Susi meraih emas sehingga bendera Merah-Putih dikerek paling tinggi diiringi pula kumandang lagu kebangsaan untuk pertamakalinya.
Usai itu Susi lalu berujar kepada pers, dan ini dicatat besar-besar oleh media massa di tanah air, bahwa MF Siregar kembali datang ke mimpinya. “Itu berarti dorongan bagi saya untuk memenangi pertandingan. Gelar ini untuk Pak Siregar,” ujar pemain bulu tangkis kelahiran Tasikmalaya, menunjukkan rasa hormat dan bangganya kepada MF Siregar.
Siregar memang hanya bisa datang ke mimpi Susi memberi semangat sekaligus keharuan setelah menang. Sebab Siregar saat itu tengah terkulai terbaring lemas dirawat di San Francisco Heart Institute, San Fransicso, AS akibat mengalami serangan jantung saat hadir dalam latihan atlet mendekati tahap-tahap akhir latihan.
Nama MF Siregar menjadi wacana utama keberhasilan Susi. Sebab selain sebagai Ketua Bidang Pembinaan Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Indonesia (PB PBSI), pria yang juga aktif di organisasi profesi sarjana olahraga ini juga Ketua Pimpro Bulu Tangkis untuk Olimpiade Barcelona.
Keinginan Susi mendedikasikan medali kepada pembinanya bukan hanya karena Siregar adalah orang yang paling bertanggung jawab atas pembinaan prestasi atlet bulu tangkis Indonesia menjelang Olimpiade Barcelona 1992. Melainkan, karena sepanjang persiapan bapak kelahiran 11 November 1928 ini memang rajin mengikuti atlit latihan sehari-hari.
Kritikan lama bahwa Siregar kurang tegas terhadap atlet segera saja menjadi sirna tatkala melihat bukti prestasi atlet binaannya itu. Sebelumnya, sebagai pembina renang dia pun sudah pernah melahirkan banyak perenang handal. Sebut saja nama seperti Kristiono Sumono, Lukman Niode, dan Gerald P. Item yang bersama Nanik Juliati pernah mendominasi nomor renang SEA Games 1977 dan sesudahnya.
Sebagai pembina renang Siregar mempunyai masa keemasan sekaligus kedekatan dengan atlitnya dalam percaturan renang Asia Tenggara di tahun 1980-an. Bukti lain kedekatan itu adalah, ketika merayakan hari ulangtahun ke-57, pada 11 November 1985 Siregar memperoleh kartu ucapan ulang tahun dari para pelatih serta perenang emas Indonesia saat itu. Seperti Suryo, Yeyen, Rainy, Carolina, Jimmy, Wolfry, dan Ratna. Yang menarik adalah bunyi kartu yang berisi pujian sekaligus pengakuan aktual akan kedekatan para atlit ke pelatihnya itu.
Kutipannya berikut ini:
Dearest Mr Siregar,
It’s really difficult to find a person as well as you. You are the best coach we found. We’ll never forget your service along our life. We regard you as our own father and our love to you will go on and on and.... Happy Birthday, daddy. May God Bless you forever....
Promotor yang membuatnya sejak 4 Agustus 2004 berhak menyandingkan gelar lama M.Sc dengan gelar baru doktor kehormatan (DR), dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof Dr H Harsuki, MA menyebutkan gaya kepemimpinan Siregar yang demikian di olahraga masuk dalam tipologi kepemimpinan demokratis. Tipe kepemimpinan yang membuat Siregar disukai sekaligus dekat di hati banyak orang.
Siregar adalah juga pecinta olahraga sejati. Dia mengabdi di olahraga tanpa pamrih. Penilaian demikian membuat organisasi olahraga terbesar dunia Komite Olimpiade Internasional (IOC), pernah menempatkan namanya sekelas dengan dua pembina olahraga terkemuka Indonesia lain, yakni almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono XI yang mantan Ketua Umum KONI Pusat, dan almarhum R Maladi yang pernah menjadi Menteri Olahraga pada masa Soekarno.
Seperti kedua pendahulunya, pada tahun 1986 Siregar memperoleh penghargaan emas L’Ordre Olympique dari IOC.
Sepanjang sejarah, IOC baru pernah memberikan penghargaan demikian kepada ketiga orang Indonesia tersebut sebagai orang yang berjasa membina olahraga di tanah air tanpa henti dan tanpa pamrih. Yang membuat ketiganya berbeda, Siregar hingga kini masih hidup dan di usia senja terbukti masih mau mendedikasikan hidupnya untuk kemajuan olahraga.
Seluruh hidup MF Siregar sungguh-sungguh dihabiskan dalam dunia olah raga. Siregar yang awalnya tinggal di tepi Kali Malang, semenjak kecil bersama teman-temannya sudah rajin berenang di sungai selebar lima meter itu tanpa disertai guru pelatih. Sebuah keisengan yang akhirnya banyak mewarnai corak perjalanan hidupnya.
Sejak di bangku sekolah, misalnya, ia sudah menjadi kapten tim sepakbola, serta aktif di cabang atletik dan renang. Duduk di bangku SMP Negeri II Jakarta, pas di awal-awal kemerdekaan ia adalah anak pribumi pertama yang berhasil mendobrak dominasi orang asing di kolam renang Steambath, Manggarai, Jakarta. Ketika itu ia ikut lomba renang gaya kupu-kupu walau tak sampai menjadi juara.
Awalnya bercita-cita menjadi ahli pertanian tetapi setamat SMA PARKI Bandung tahun 1950 ia malah masuk ke Akademi Pendidikan Jasmani, Bandung, dan selesai tahun 1954. Sebelas tahun kemudian M.F. Siregar merampungkan studi masternya di Springfield College, AS dan memperoleh gelar Master of Physical Education (atau setara M.Sc, tahun 1965).
Semasa memasuki akademi pendidikan jasmani Siregar sudah mulai aktif melatih renang sejak 1950-an. Ia beberapa kali memimpin kontingen Jawa Barat ke Pekan Olah Raga Nasional (PON), sampai kemudian dipercaya sebagai Komandan Pusat Latihan Renang untuk Asian Games 1962 di Jakarta. Ia tercatat lama mengabdi sebagai pelatih renang dan polo air (1952-1987). Ia pernah pengajar SGPD (Sekolah Guru Pendidikan Djasmani) Bandung (1958-1962), Kepala Kursus BW1 Pendidikan Djasmani Bandung (1958-1962), Pengajar Fakultas Pendidikan Unpad (1962-1965), lalu pengajar Filosofi Olahraga IKIP Jakarta.
Dia lama menjabat Ketua I PB Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PRSI) sampai tahun 1983, untuk selanjutnya dipercaya sebagai Ketua Umum PB PRSI (1983-1987). Di induk olahraga Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat kiprah Siregar lebih lama lagi. Dia, misalnya, pernah menjabat Wakil Sekjen KONI Pusat (1967-1971), kemudian menjadi Sekjen selama tiga periode berturut-turut yang belum ada menyamainya (1971-1986).
Lalu, sebagai Staf Ahli KONI Pusat (1995-1998) serta Anggota Dewan Kehormatan KONI Pusat (1995-2003). Siregar juga pernah aktif di berbagai organisasi olahraga internasional, sebagai anggota Dewan Federasi SEA Games, Presiden ASEAN Swimming Federation, serta Wakil Presiden Asia, Pasific and Oceania Sports Assembly yang bermarkas di Australia.
Sebagai birokrat sejati sejak pindah dari Bandung ke Jakarta tahun 1966, ia tercatat pernah menjabat Direktur Pembibitan dan Pembinaan Prestasi Ditjora (1967), Direktur Keolahragaan pada Ditjen Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga (PLSPO) Departemen P dan K (1975), kemudian sebagai Deputi III Menteri Olahraga (1966), serta terakhir hingga pensiun sebagai Asisten II Bidang Olahraga Menteri Pemuda dan Olahraga (1983-1989).
Sudah biasa pelatih sekaligus pembina olahraga renang ini menikmati dinginnya kolam renang di pagi hari. Sejak pukul lima pagi dia sudah berada di pinggir kolam. Kebiasaan itu awalnya diprotes istrinya, Darliah Nasution sebab setiap pagi pukul 04.30 ia sudah meninggalkan rumah. Kalau pun siang harinya menyempatkan diri pulang, tak lama, ia akan segera pergi ke kolam renang seolah hirau bahwa ia adalah ayah dari lima orang anak.
Siregar dikenal memiliki keahlian khusus sebagai pendidik olahraga. Maklum, dia adalah master olahraga lulusan Springfield College Massachusetts, AS pada tahun 1964. Bobot intelektualitas itu membuatnya visioner di bidang olahraga. Sebuah visinya yang terbukti masih aktual dan langgeng hingga sekarang adalah andilnya membidani terbentuknya Federasi Olahraga SEA Games di tahun 1977. Hingga sekarang setiap dua tahun sekali bangsa-bangsa Asia Tenggara menyelenggarakan pesta olahraga SEA Games.
Menurut Siregar, dibandingkan dengan perenang asing anak-anak Indonesia kalah dalam fisik. Ini bisa diatasi dan dikejar pada nomor-nomor renang yang sesuai dengan postur tubuh anak Indonesia. "Sambil didukung perbaikan gizi, serta dilaksanakannya konsep renang tujuh jam sehari bagi anak sekolah," ujarnya. Di samping itu, mantan atlit lari 1.500 dan 5.000 meter pada PON I Solo ini menambahkan, harus sering dilakukan lomba renang.
Penerima Satya Lencana Kebudayaan Pemerintah RI (1967), ini sehari-harinya tetap rajin jogging, skipping, bahkan bermain tenis. Lelaki ini anti rokok, menggemari musik klasik dan pop, serta memiliki koleksi kaset yang lumayan lengkap termasuk dari penyanyi Kenny Rogers, Ann Murray, dan Anita K. dari Tennessee.
Ia juga memiliki dokumentasi lengkap tentang perkembangan prestasi olahraga Indonesia dari masa ke masa, melengkapi kehadiran fisiknya yang adalah saksi hidup terpenting olahraga Indonesia semenjak negeri ini menikmati kemerdekaan. Karena ia mendedikasikan seluruh hidupnya untuk olahraaga maka kelak ia pasti pula akan menjadi “buku hidup abadi” olahraga Indonesia.
Sumber: dari berbagai sumber
Pria Batak namun tak sedikitpun fasih berbahasa Batak, mungkin karena sudah lahir di Jakarta tepatnya di pinggiran Kali Malang daerah tapal batas Jakarta-Bekasi pada 11 November 1928, Mangombar Ferdinand Siregar atau lebih top dikenal sebagai MF Siregar, ini mempunyai segala dimensi kelengkapan dalam hal olahraga.
Dia pernah menjadi atlet renang, atletik, dan sepakbola, akademia sebagai mahasiswa hingga tingkat master pendidikan jasmani, berprofesi guru, dosen dan pelatih olahraga, pembina sekaligus pimpinan berbagai induk organisasi olahraga, bahkan menjadi birokrat olahraga sebagai pejabat eselon. Dia juga pernah menjadi politisi anggota DPR-GR/MPRS (1968-1971) mewakili masyarakat olahraga.
Sejak 4 Agustus 2004 dia dianugerahi gelar doktor kehormatan (honoris causa) dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Sebagai intelektual olahraga dia sejak tahun 1985 hingga 2003 telah menulis tak kurang 61 karya tulis berupa makalah hingga buku. Di usia sudah senja 76 tahun masih saja ia dipercaya sebagai orang kedua atau Sekjen PB PBSI periode tahun 2004-2008. Di PB PBSI, induk organisasi bulutangkis pimpinan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, ini ia hingga berusia 80 tahun jika Tuhan mengizinkan masih akan tetap mendedikasikan hidupnya untuk olahraga.
Karena kelengkapan dari semua segi itu MF Siregar pernah dikenal sebagai pelatih berbobot dan bertangan dingin serta sangat dekat di hati para atlit binaan. Dia mengerti sekaligus akomodatif terhadap keperluan atlit. Pemenuhan akan kebutuhan atlit ini didasarkan atas segudang ilmu dan pengalaman yang dimiliki, sehingga hal itu tentu saja sudah dia sasar untuk menuju suatu titik pencapaian prestasi yang sudah didesain sebelumnya. Dia akomodatif tidak semata untuk meraih popularitas melainkan dalam konteks profesionalisme. Sebab terbukti atlit binaan yang loyal itu berhasil menunjukkan prestasi mengagumkan.
Sebuah peristiwa mengharukan bisa menjadi bukti untuk ini. Yakni, ketika atlit bulutangkis putri Indonesia Susi Susanti hendak menerima kalungan medali emas di Olimpiade Barcelona Mei 1992, di Gedung Pavello de la Mar Bella, Barcelona. Dengan mata berkaca-kaca Susi terharu menatap bendera Merah-Putih yang dinaikkan tinggi-tinggi diiringi oleh alunan musik Indonesia Raya, yang untuk pertama kalinya berkumandang dalam sejarah keikutsertaan Indonesia di Olimpiade.
Merah-Putih sebelumnya sudah pernah dikerek untuk pertamakali di Olimpiade Korea 1988, saat pemanah Lilis Handayani dan kawan-kawan meraih medali perak panahan. Tapi kali ini Susi meraih emas sehingga bendera Merah-Putih dikerek paling tinggi diiringi pula kumandang lagu kebangsaan untuk pertamakalinya.
Usai itu Susi lalu berujar kepada pers, dan ini dicatat besar-besar oleh media massa di tanah air, bahwa MF Siregar kembali datang ke mimpinya. “Itu berarti dorongan bagi saya untuk memenangi pertandingan. Gelar ini untuk Pak Siregar,” ujar pemain bulu tangkis kelahiran Tasikmalaya, menunjukkan rasa hormat dan bangganya kepada MF Siregar.
Siregar memang hanya bisa datang ke mimpi Susi memberi semangat sekaligus keharuan setelah menang. Sebab Siregar saat itu tengah terkulai terbaring lemas dirawat di San Francisco Heart Institute, San Fransicso, AS akibat mengalami serangan jantung saat hadir dalam latihan atlet mendekati tahap-tahap akhir latihan.
Nama MF Siregar menjadi wacana utama keberhasilan Susi. Sebab selain sebagai Ketua Bidang Pembinaan Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Indonesia (PB PBSI), pria yang juga aktif di organisasi profesi sarjana olahraga ini juga Ketua Pimpro Bulu Tangkis untuk Olimpiade Barcelona.
Keinginan Susi mendedikasikan medali kepada pembinanya bukan hanya karena Siregar adalah orang yang paling bertanggung jawab atas pembinaan prestasi atlet bulu tangkis Indonesia menjelang Olimpiade Barcelona 1992. Melainkan, karena sepanjang persiapan bapak kelahiran 11 November 1928 ini memang rajin mengikuti atlit latihan sehari-hari.
Kritikan lama bahwa Siregar kurang tegas terhadap atlet segera saja menjadi sirna tatkala melihat bukti prestasi atlet binaannya itu. Sebelumnya, sebagai pembina renang dia pun sudah pernah melahirkan banyak perenang handal. Sebut saja nama seperti Kristiono Sumono, Lukman Niode, dan Gerald P. Item yang bersama Nanik Juliati pernah mendominasi nomor renang SEA Games 1977 dan sesudahnya.
Sebagai pembina renang Siregar mempunyai masa keemasan sekaligus kedekatan dengan atlitnya dalam percaturan renang Asia Tenggara di tahun 1980-an. Bukti lain kedekatan itu adalah, ketika merayakan hari ulangtahun ke-57, pada 11 November 1985 Siregar memperoleh kartu ucapan ulang tahun dari para pelatih serta perenang emas Indonesia saat itu. Seperti Suryo, Yeyen, Rainy, Carolina, Jimmy, Wolfry, dan Ratna. Yang menarik adalah bunyi kartu yang berisi pujian sekaligus pengakuan aktual akan kedekatan para atlit ke pelatihnya itu.
Kutipannya berikut ini:
Dearest Mr Siregar,
It’s really difficult to find a person as well as you. You are the best coach we found. We’ll never forget your service along our life. We regard you as our own father and our love to you will go on and on and.... Happy Birthday, daddy. May God Bless you forever....
Promotor yang membuatnya sejak 4 Agustus 2004 berhak menyandingkan gelar lama M.Sc dengan gelar baru doktor kehormatan (DR), dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof Dr H Harsuki, MA menyebutkan gaya kepemimpinan Siregar yang demikian di olahraga masuk dalam tipologi kepemimpinan demokratis. Tipe kepemimpinan yang membuat Siregar disukai sekaligus dekat di hati banyak orang.
Siregar adalah juga pecinta olahraga sejati. Dia mengabdi di olahraga tanpa pamrih. Penilaian demikian membuat organisasi olahraga terbesar dunia Komite Olimpiade Internasional (IOC), pernah menempatkan namanya sekelas dengan dua pembina olahraga terkemuka Indonesia lain, yakni almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono XI yang mantan Ketua Umum KONI Pusat, dan almarhum R Maladi yang pernah menjadi Menteri Olahraga pada masa Soekarno.
Seperti kedua pendahulunya, pada tahun 1986 Siregar memperoleh penghargaan emas L’Ordre Olympique dari IOC.
Sepanjang sejarah, IOC baru pernah memberikan penghargaan demikian kepada ketiga orang Indonesia tersebut sebagai orang yang berjasa membina olahraga di tanah air tanpa henti dan tanpa pamrih. Yang membuat ketiganya berbeda, Siregar hingga kini masih hidup dan di usia senja terbukti masih mau mendedikasikan hidupnya untuk kemajuan olahraga.
Seluruh hidup MF Siregar sungguh-sungguh dihabiskan dalam dunia olah raga. Siregar yang awalnya tinggal di tepi Kali Malang, semenjak kecil bersama teman-temannya sudah rajin berenang di sungai selebar lima meter itu tanpa disertai guru pelatih. Sebuah keisengan yang akhirnya banyak mewarnai corak perjalanan hidupnya.
Sejak di bangku sekolah, misalnya, ia sudah menjadi kapten tim sepakbola, serta aktif di cabang atletik dan renang. Duduk di bangku SMP Negeri II Jakarta, pas di awal-awal kemerdekaan ia adalah anak pribumi pertama yang berhasil mendobrak dominasi orang asing di kolam renang Steambath, Manggarai, Jakarta. Ketika itu ia ikut lomba renang gaya kupu-kupu walau tak sampai menjadi juara.
Awalnya bercita-cita menjadi ahli pertanian tetapi setamat SMA PARKI Bandung tahun 1950 ia malah masuk ke Akademi Pendidikan Jasmani, Bandung, dan selesai tahun 1954. Sebelas tahun kemudian M.F. Siregar merampungkan studi masternya di Springfield College, AS dan memperoleh gelar Master of Physical Education (atau setara M.Sc, tahun 1965).
Semasa memasuki akademi pendidikan jasmani Siregar sudah mulai aktif melatih renang sejak 1950-an. Ia beberapa kali memimpin kontingen Jawa Barat ke Pekan Olah Raga Nasional (PON), sampai kemudian dipercaya sebagai Komandan Pusat Latihan Renang untuk Asian Games 1962 di Jakarta. Ia tercatat lama mengabdi sebagai pelatih renang dan polo air (1952-1987). Ia pernah pengajar SGPD (Sekolah Guru Pendidikan Djasmani) Bandung (1958-1962), Kepala Kursus BW1 Pendidikan Djasmani Bandung (1958-1962), Pengajar Fakultas Pendidikan Unpad (1962-1965), lalu pengajar Filosofi Olahraga IKIP Jakarta.
Dia lama menjabat Ketua I PB Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PRSI) sampai tahun 1983, untuk selanjutnya dipercaya sebagai Ketua Umum PB PRSI (1983-1987). Di induk olahraga Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat kiprah Siregar lebih lama lagi. Dia, misalnya, pernah menjabat Wakil Sekjen KONI Pusat (1967-1971), kemudian menjadi Sekjen selama tiga periode berturut-turut yang belum ada menyamainya (1971-1986).
Lalu, sebagai Staf Ahli KONI Pusat (1995-1998) serta Anggota Dewan Kehormatan KONI Pusat (1995-2003). Siregar juga pernah aktif di berbagai organisasi olahraga internasional, sebagai anggota Dewan Federasi SEA Games, Presiden ASEAN Swimming Federation, serta Wakil Presiden Asia, Pasific and Oceania Sports Assembly yang bermarkas di Australia.
Sebagai birokrat sejati sejak pindah dari Bandung ke Jakarta tahun 1966, ia tercatat pernah menjabat Direktur Pembibitan dan Pembinaan Prestasi Ditjora (1967), Direktur Keolahragaan pada Ditjen Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga (PLSPO) Departemen P dan K (1975), kemudian sebagai Deputi III Menteri Olahraga (1966), serta terakhir hingga pensiun sebagai Asisten II Bidang Olahraga Menteri Pemuda dan Olahraga (1983-1989).
Sudah biasa pelatih sekaligus pembina olahraga renang ini menikmati dinginnya kolam renang di pagi hari. Sejak pukul lima pagi dia sudah berada di pinggir kolam. Kebiasaan itu awalnya diprotes istrinya, Darliah Nasution sebab setiap pagi pukul 04.30 ia sudah meninggalkan rumah. Kalau pun siang harinya menyempatkan diri pulang, tak lama, ia akan segera pergi ke kolam renang seolah hirau bahwa ia adalah ayah dari lima orang anak.
Siregar dikenal memiliki keahlian khusus sebagai pendidik olahraga. Maklum, dia adalah master olahraga lulusan Springfield College Massachusetts, AS pada tahun 1964. Bobot intelektualitas itu membuatnya visioner di bidang olahraga. Sebuah visinya yang terbukti masih aktual dan langgeng hingga sekarang adalah andilnya membidani terbentuknya Federasi Olahraga SEA Games di tahun 1977. Hingga sekarang setiap dua tahun sekali bangsa-bangsa Asia Tenggara menyelenggarakan pesta olahraga SEA Games.
Menurut Siregar, dibandingkan dengan perenang asing anak-anak Indonesia kalah dalam fisik. Ini bisa diatasi dan dikejar pada nomor-nomor renang yang sesuai dengan postur tubuh anak Indonesia. "Sambil didukung perbaikan gizi, serta dilaksanakannya konsep renang tujuh jam sehari bagi anak sekolah," ujarnya. Di samping itu, mantan atlit lari 1.500 dan 5.000 meter pada PON I Solo ini menambahkan, harus sering dilakukan lomba renang.
Penerima Satya Lencana Kebudayaan Pemerintah RI (1967), ini sehari-harinya tetap rajin jogging, skipping, bahkan bermain tenis. Lelaki ini anti rokok, menggemari musik klasik dan pop, serta memiliki koleksi kaset yang lumayan lengkap termasuk dari penyanyi Kenny Rogers, Ann Murray, dan Anita K. dari Tennessee.
Ia juga memiliki dokumentasi lengkap tentang perkembangan prestasi olahraga Indonesia dari masa ke masa, melengkapi kehadiran fisiknya yang adalah saksi hidup terpenting olahraga Indonesia semenjak negeri ini menikmati kemerdekaan. Karena ia mendedikasikan seluruh hidupnya untuk olahraaga maka kelak ia pasti pula akan menjadi “buku hidup abadi” olahraga Indonesia.
Sumber: dari berbagai sumber
0comments:
Post a Comment
Jolo tiniktik sanggar laho bahenon huru-huruan, Jolo sinukkun marga asa binoto partuturan.
Untuk membalas komentar ke Nama/ Id tertentu, silahkan tambahkan "@" sebelum Nama atau ID komentar yang ingin dibalas/ reply
contoh: @name atau @5867483356795408780.0
Isi Komentar/ Reply
ps:
- Untuk mengetahui ID komentar yang ingin di reply silahkan klik [Comment ID]
- Berkomentarlah dengan tutur kata yang sopan, adalah hal yang manusiawi untuk berbeda pendapat