ORANG BATAK HEBAT - Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando
BATAK - Buku ini mengisahkan pengalaman tempur sebagai anggota Pasukan Baret Merah terjun di Sulawesi Selatan, Papua dan Kalimantan Barat. Taktik dan strategi militer di lapangan yang berhasil. Juga catatan menarik dalam drama pembajakan pesawat DC-9 “Woyla” di Thailand. Pengalaman dengan kapten Prabowo Subianto yang menjadi bawahan dia di Kopassus, diulas lengkap. Mulai dari pembangkangan Prabowo saat akan dipindah ke batalyon kostrad, hingga rencana Prabowo menculik Jendral L.B. Moedani - untuk mengagalkan rencana Moerdani meng-kudeta Soeharto- dan menteri kabinet pada bulan maret 1983 yang berpotensi menggagalkan SU MPR. Plot yang dinilai Sintong sebagai mirip dengan Cakrabirawa dan G30S tahun 1965.
Siapa pihak yang paling bertanggung jawab atas kasus penculikan aktivis prodemokrasi era 1997-1998 silam, mungkin bagi keluarga korban penculikan sedikit terkuak. Mantan Pangdam Udayana Letjen (Purn) Sintong Hamonangan Panjaitan dalam bukunya “Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando” mengakui prajurit TNI sangat profesional dan taat perintah atasan.
Buku ini diluncurkan di Balai Sudirman, Jl Saharjo, Jakarta Selatan, Rabu (11/3/2009). Dalam bukunya yang setebal 520 halaman, khususnya di bab 13 tentang Peristiwa Maret 1983 di Mako Kopassandha dan Penculikan Aktivis pada Mei 1998, halaman 466, Sintong sedikit mengulas kasus yang saat ini masih diselidiki Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) itu. Bahkan dalam buku yang disusun wartawan perang senior Hendro Soebroto ini, Sintong diacungi jempol sejumlah kalangan. Misalnya dalam sambutannya, Menhan Juwono Sudarsono menuliskan, buku yang merupakan pengalaman dan pandangan Sintong sekitar peristiwa Mei 1998 ini akan memperkaya khasanah riset tentang perubahan politik di Indonesia saat itu. Pengamat militer, wartawan senior, dan mantan militer menilai buku ini adalah memoar purnawirawan TNI yang sangat jarang dibuat.
Selain itu buku tersebut juga bisa menjadi pustaka yang bisa menjawab teka-teki yang agak terang tentang misteri yang terjadi di kalangan TNI, seperti segitiga BJ Habibie-Wiranto-Prabowo, kasus penculikan aktivis prodemokrasi, dan seputar lengsernya Soeharto. Sintong merasakan peristiwa itu (kasus penculikan) merupakan pengalaman terpahit dalam sejarah TNI.
Sintong berharap, kasus serupa jangan terulang kembali. Kasus ini menurutnya harus yang pertama dan terakhir dalam sejarah kelam Korps Baret Merah itu. “Jangan sampai anak buah kita sendiri yang melaksanakan atasan secara legal diadili,” tulisnya mewanti-wanti.
Sintong sangat terpukul atas kasus penculikan yang terungkap di era Presiden Habibie itu. Sebab dialah yang paling tahu dan paham tentang anggota Detasemen 81/Anti Teror atau Tim Mawar yang merupakan pasukan andalan di Kopassus.
“Mereka dipilih dari pasukan infanteri terbaik untuk dididik dan dilatih menjadi Kopassus, di antaranya dipilih masuk Den 81/Anti Teror. Ternyata dalam melaksanakan tugas demi kesetiaan kepada negara dan bangasa, mereka harus masuk penjara,” ungkapnya kecewa.
Padahal, lanjut Sintong dalam bukunya itu, para prajurit yang diadili itu secara taktis dan teknis tidak melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugasnya. “Mereka hanya sebagai prajurit yang melaksanakan perintah atasan secara profesional. Mengapa TNI harus menghukum mereka?” tanyanya.
Sintong secara panjang lebar menjelaskan tentang dua macam tugas dalam organisasi militer, yaitu tugas perintah langsung dari atasan ke bawah dan tugas atas inisiatif sendiri. Memang dalam mengambil inisiatif sendiri, seorang prajurit di bawah ketika akan melakukan dan setelah melakukan tugas inisiatifnya harus segera meminta izin atau melaporkan ke pimpinannya.
“Dalam hal ini Prabowo (mantan Danjen Kopassus Letjen (Purn) Prabowo Soebianto) harus melaporkan kegiatan itu kepada Panglima ABRI,” katanya. Baru setelah tugas itu dilaporkan, berarti pimpinannya yang mengambilalih tanggung jawab tersebut.
Namun, ternyata operasi penculikan itu tidak pernah dilaporkan Prabowo kepada KSAD yang saat itu dijabat Jenderal TNI Wiranto dan Panglima ABRI Jenderal TNI Feisal Tanjung.
Hal ini juga telah diakui Prabowo dalam sidang Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang diketuai mantan KSAD Jenderal (Purn) Subayio HS, wakilnya mantan KASUM ABRI Letjen (Purn) Fachrul Razi, Irjen Dephankam Letjen (Purn) Yusuf Kartanegara. Anggota DKP di antaranya Kassospol yaitu SBY yang saat ini menjadi Presiden RI, Agum Gumelar (Gubernur Lemhanas), Djamari Chaniago (Pangkostrad) dan Achmad Sutjipto (Danjen AKABRI).
Diungkapkan Sintong, menjelang Pemilu 1997 dan Sidang Umum 1998, Danjen Kopassus yang saat itu dijabat Prabowo Soebianto menilai perlu ada langkah preventif terhadap kegiatan radikal. Prabowo memberikan perintah lisan kepada Komandan Karsayudha 42/Sandiyudha, Mayor Bambang Kristiono sebagai Komandsan Satgas Merpati untuk mengumpulkan data kegiatan kelompok radikal yang akan menggangu stabilitas nasional.
Atas perintah lisan itu, Bambang Kristino membentuk Tim Mawar yang berjumlah 10 orang perwira dan bintara dari Den 81/Anti Teror dengan tugas secara rahasia dengan metode hitam atau undercover (samaran). Setelah adanya kasus peledakan di rumah susun Tanah Tinggi, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Tim Mawar ini lebih meningkatkan kinerjanya.
Setelah melakukan pengumpulan data intelijen siapa pelaku kasus peledakan itu dan khawatir adanya peningkatan kegiatan kelompok radikal lalu diadakan penangkapan-penangkapan. Penangkapan dilakukan dengan memperhatikan ketentuan bahwa pelaku belum berkeluarga, jenis kelamin pria yang belum terkenal tapi memiliki intesitas kegiatan yang menonjol, tugas sendiri dilakukan dalam suasana tertib sipil.
Menurut Sintong, secara organisai Prabowo memang tidak memiliki wewenang operasional, tapi secara moral hal itu dilakukannya atas pertimbangan menyelamatkan bangsa dan negara dari ancaman. Dalam lingkungan ABRI (TNI) sering terjadi tindakan spontan untuk menyelamatkan negara dan bangsa, itupun jika ada ancaman nyata.
Namun, pelaksananya harus dilakukan secara hirarki sesuai prosedur militer yang berlaku. “Jika tidak demikian, hal itu akan menimbulkan masalah di kemudian hari,” jelas Sintong.
Sayangnya, dalam buku ini Sintong tidak menjelaskan tentang motif kenapa Prabowo bisa melakukan tindakan insiatif tersebut, apakah semata-mata untuk menyelamatkan bangsa dan negara atau memang atas perintah atasannya lagi? Seperti kita ketahui dalam sidang Mahkamah Militer, Bambang Kristiono dihukum 10 bulan penjara dan dipecat. Empat perwira juga dihukum satu tahun penjara dan dipecat, sedangkan tiga perwira dan tiga bintara lainnya dihukum satu tahun penjara.
0comments:
Post a Comment
Jolo tiniktik sanggar laho bahenon huru-huruan, Jolo sinukkun marga asa binoto partuturan.
Untuk membalas komentar ke Nama/ Id tertentu, silahkan tambahkan "@" sebelum Nama atau ID komentar yang ingin dibalas/ reply
contoh: @name atau @5867483356795408780.0
Isi Komentar/ Reply
ps:
- Untuk mengetahui ID komentar yang ingin di reply silahkan klik [Comment ID]
- Berkomentarlah dengan tutur kata yang sopan, adalah hal yang manusiawi untuk berbeda pendapat